Sex Reversal, gynogenesis, Hybridisasi dan Poliploidisasi (Praktikum)

Selasa, 06 Mei 2008 di 1:59:00 PM

BAB I
PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan di dunia yang memiliki lautan sangat luas yang berarti pula Indonesia memiliki sumberdaya perikanan yang sangat potensi. Selain perairan laut, Indonesia juga memiliki potensi yang sangat potensi yaitu perairan tawar. Berdasarkan sumber dari Departemen Pertanian RI pada tahun 1991 adalah10 - 20 juta ton per tahun yang terdiri atas 6,6 - 7,2 juta ton dari laut, 1,7 - 2,1 juta dari pantai dan 1,4 - 3,6 juta dari perairan tawar. Dari seluruh potensi yang ada baru 22 - 33 % yang telah diusahakan. Dengan adanya potensi tersebut sehingga perlu ditingkatkan secara intensifikasi, mengingat Indonesia semakin tahun kebutuhan akan konsumsi protein semakin meningkat.
Berdasarkan total produksi perikanan Indonesia 80 % nya sendiri merupakan hasil penangkapan. Sedangkan hasil dari budidaya baru mencapai 20 %.  Dengan kondisi yang sedemikian maka dikhawatirkan hasil perikanan indonesia akan semakin menurun. Untuk itu dengan adanya suatu program breeding ini akan meningkatkan hasil perikanan di Indonesia.
Agar perolehan hasil produksi dalam budidaya perikanan ini dapat ditingkatkan, maka perlu dilakukannya suatu program seleksi ikan. Dimana seleksi ikan ini bertujuan untuk melakukan pemuliaan. Pemuliaan ini dapat dilakukan dengan berbagai program breeding meliputi : Selektive breeding, Hibridisasi/outbreeding/crossbreeding, Inbreeding, Gynogenesis , Monosex, Poliploidisasi, Androgenesis , Kombinasi breeding.
Dewasa ini, dengan semakin modernnya zaman maka di Indonesia kegiatan program breeding ini sudah banyak diterapkan di lapangan. Sebagai aplikasinya peningkatan produktivitas dalam budidaya ikan dengan menggunakan cara intensifikasi yaitu suatu kegiatan peningkatan produktivitas hasil dengan menigkatkan hasil persatuan luas dengan melakukan manipulasi terhadap faktor internal dan eksternal.
Berdasarkan penjelasan diatas dimana kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa untuk mengetahui program breeding adalah dengan cara mengetahui karakter fenotipe pada ikan mas, hibridisasi, sex reversal, gynogenesis dan poliploidisasi. Diharapkan dengan dilakukannya program breeding ini mahasiswa dapat mengetahui dan menerapkannya.
1.2     Tujuan
Adapun tujuan dari pelaksanaan praktikum seleksi ikan ini yaitu:
Ø  Mahasiswa dapat mengetahui beberapa program breeding yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas perikanan.
Ø  Mahasiswa dapat mengetahui beberapa program breeding dengan cara mengetahui karakter fenotipe pada ikan mas, hibridisasi, sex reversal, gynogenesis dan poliploidisasi secara langsung sesuai dengan prosedur yang ditentukan.
Ø  Sebagai ilmu dan pengalaman yang rill sehingga dapat berguna di dunia kerja.










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakter Fenotipe
Pada saat akan membudidayakan ikan setiap pembudidaya harus sudah memahami karakter fenotipe setiap individu ikan yang akan dibudidayakan dengan memperhatikan ciri-ciri morfologinya. Ciri-ciri morfologi setiap ikan budidaya yang harus diamati adalah karakter morfometrik dan karakter meristik. Karakter morfometrik adalah bentuk tubuh dari setiap ikan budidaya seperti panjang total tubuh, panjang standar,  panjang kepala, tinggi badan dan lain-lain, sedangkan karakter meristik yang dapat diukur antara lain adalah jumlah sisik pada linea lateralis, jumlah jari-jari sirip punggung, jumlah jari-jari lemah sirip dada, jumlah jari-jari lemah sirip perut,  jumlah jari-jari sirip dubur, jumlah tapis insang pada lengkung insang bagian luar (gill racker), jumlah vertebrae dan jumlah tulang rusuk. Dengan memahami karakter-karakter yang harus dipunyai oleh induk ikan yang unggul berdasarkan karakteristik setiap jenis ikan.
Menurut Yatim (1996), karakter ialah sifat fisik dan psikis bagian-bagian tubuh atau jaringan. Karakter diatur oleh banyak macam gen, atau satu gen saja. Berhubung dengan banyaknya gen yang menumbuhkan karakter maka dibuat dua kelompok karakter yaitu karakter kualitatif dan karakter kuantitatif. karakter kualitatif ialah karakter yang dapat dilihat ada atau tidaknya suatu karakter. Sedangkan karakter kuantitatif ialah karakter yang dapat diukur nilai atau derajatnya sehingga ada urutan gradasi dari yang rendah sampai yang tinggi (kontinu). karakter kualitatif ditentukan oleh satu gen atau dua gen saja dan karakter kuantitatif disebabkan oleh banyak gen (tiga atau lebih).
Fenotipe adalah bentuk luar atau bagaimana kenyataannya karakter yang dikandung oleh suatu individu atau fenotipe adalah setiap karakteristik yang dapat diukur atau sifat nyata yang dipunyai oleh organisme. Fenotipe merupakan hasil interaksi antara genotipe dan lingkungan serta interaksi antara
Perbeda antara karakter kualitatif dan kuantitatif menurut Martojo (1990) sebagai berikut :
1.  Sifat kuantitatif dipengaruhi oleh sejumlah besar pasangan gen, yang masing-masing dapat berperan secara adaptif, dominan dan epistatik dan bersama-sama dengan pengaruh lingkungan (non-genetik), menghasilkan ekspresi fenotope sebagai sifat kuantitatif.
2.  Keragaman sifat kuantitatif  bersifat kontinu berkisar di antara nilai minimum dan maksimum dan menggambarkan suatu distribusi normal, dan
3.  Karena jumlah yang besar dan saham setiap allel yang kecil maka peranan gen sacara sepasang demi sepasang tidak penting, jelas berbeda dari sifat kualitatif yang hanya dipengaruhi oleh sutu atau dua pasang gen. pengaruh lingkungan terhadap sifat kuantitatif relative lebih besar.
Tave (1986), menyatakan bahwa hasil percobaan untuk menipulasi dan mengeksploitasi gen-gen pada ikan hanya dapat dievaluasi dan diukur melalui fenotipenya. Variasi yang terdapat untuk tiap-tiap karakter fenotipe bersifat tetap, sehingga variasi data karakter fenotipe baik kualitatif maupun kuantitatif menjadi penting untuk dipelajari.
Menurut yatim (1996), fenotipe ialah bentuk luar atau bagaimana kenyataannya karakter yang dikandung oleh suatu individu, sedangkan menurut Tave (1996), fenotipe ialah setiap kerakteristik yang dapat diukur atau sifat nyata yang dipunyai oleh organisme. Fenotipe merupakan hasil intraksi antara genotip dengan lingkungan serta merupakan bentuk luar atau sifat yang tampak. Genotipe menentukan karakter sedangkan lingkungan menentukan sampai dimana tercapai potensi itu. Fenotipe tidak bisa melewati kemampuan atau potensi genotipe (Yatim, 1996). 
Menurut Tave (1982), seleksi fenotipe kualitatif ialah seleksi ikan berdasarkan sifat genetik kualitatif seperti misalnya warna ataupun bentuk tubuh yang diinginkan sedangkan seleksi fenotipe kuantitatif ialah seleksi terhadap penempakan ikan dengan ciri-ciri atau parameter yang dapat di ukur misalnya : panjang, bobot, persentase daging, viability, kandungan lemak, protein, fekunditas dan lain sebagainya.
a. Karakter meristik
1.       Karakter meristik yang diamati terdiri atas :
2.       Jumlah sisik pada linie lateralis
3.       Jumlah jar-jari sirip punggung
4.       Jumlah jar-jari lemah sirip dada
5.       Jumlah jar-jari lemah sirip perut
6.       Jumlah jar-jari sirip dubur
7.       Jumlah tapis insang pada lengkung insang bagian luar (gill racker)
8.       Jumlah vertebrae
9.       Jumlah tulang rusuk.

b. Asimetri organ berpasangan
Asimetri organ berpasangan pada ikan nila GIFT dapat dihitung dari hasil perhitungan ciri-ciri meristik bilateral. Menurut Nurhidayat (2000), karakter meristik bilateral yang dapat digunkan untk mengetahui nilai asimetri ialah jumlah jar-jari lemah sirip dada, jumlah jar-jari lemah sirip perut, dan jumlah tapis insang pada lengkung insang bagian luar. Ketiga kerakter tersebut digunakan dalam perhitungan asimetri organ berpasangan karena karakter tersebut lebih awal terbentuknya, lebih mudah dan lebih tepat dalam perhitungannya. Perhitungan nilai fluktuasi asimetri menggunakan rumus Leary et al., (1985) sebagai berikut :







n
       




Keterangan :
FAm = Fluktuasi asimetri magnitude (besaran)
Fan      = Fluktuasi asimetri number (bilangan)
L       = Jumlah organ sisik kiri
R       = Jumlah organ sisi kanan
Z       = Jumlah inidividu asimetri untuk ciri-ciri meristik tertentu
n       = Jumlah sampel

2.2 Sex Reversal
Dalam ilmu genetika ikan, modifikasi kelamin dikenal dengan istilah sex reversal atau pengarahan kelamin. Dengan metode ini, jenis kelamin dapat diarahkan sesuai dengan keinginan menjadi jantan atau betina. Keputusan untuk menjantankan atau membetinakan ikan dapat didasarkan kepada harga jual atau performa ikan akibat perbedaan kelamin. Untuk ikan tertentu, ikan jantan lebih diminati, dan begitu sebaliknya. Untuk melakukan kegiatan ini, beberapa jenis hormon estrogen dan androgen dapat digunakan : masing-masing untuk pembetinaan dan penjantanan.
Dimana yang dimaksud dengan seks reversal (monosex) adalah suatu teknologi yang membalikkan arah perkembangan kelamin menjadi berlawanan. Cara ini dilakukan pada waktu menetas gonad ikan belum berdiferensiasi secara jelas menjadi jantan atau betina tanpa merubah genotipenya. Umumnya proses sex reversal dilakukan secara oral atau melalui pakan dan melalui perendaman (dipping). Untuk fase larva, kita dapat melakukannya melalui oral dan atau dipping dan untuk fase telur dapat dilakukan dengan dipping. Adapun caranya sebagai berikut :
a.  Metode Oral (Melalui Pakan)
Metoda oral adalah metode pemberian hormon melalui mulut yang dapat  dilakukan dengan pemberian pakan alami atau pakan butan. Jika pada pakan buatan, hormon 17 α metyltestoesteron dilarutkan dalam pelarut polar (alkohol) secara merata dengan ketentuan dosis disesuaikan dengan jenis ikan yang akan diaplikasikan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan oleh pakar genetika sampai saat ini teknik penghormonan melalui oral paling banyak digunakan para pembudidaya ikan karena hasil yang diperoleh lebih dari 95 sampai 100 % bila dibandingkan dengan perendaman yang menghasilkan 70 – 80 %. Menurut Muhammmad Zairin Jr (2002), menyatakan bahwa pemberian akriflavin dengan dosis 15 mg/kg pakan dengan frekwensi pemberian pakan 3 – 4 kali sehari dapat menghasilkan 89% ikan jantan dengan survival rate 88 %.
b.  Perendaman (dipping)
Metoda perendaman (dipping), yaitu dengan cara merendamkan larva ikan ke dalam larutan air yang mengandung 17 α metyltestoesteron dengan dosis 1,0 gram/liter air.  Pada umumnya metode ini diaplikasikan pada embrio, dan pada larva ikan yang masih belum mengalami diferensiasi jenis kelamin (sex). Lama perendaman embrio atau larva ikan tergantung dosis hormon yang diaplikasikan, dimana semakin banyak dosis hormon maka semakin singkat waktu perendaman dan demikian juga sebaliknya.
Perendaman yang dilakukan pada fase embrio dilakukan pada saat fase bintik mata mulai terbentuk, karena dianggap embrio telah kuat dalam menerima perlakuan. Larva yang dipergunakan dalam penerapan teknologi sex reversal ini adalah larva yang berumur antara 5 – 10 hari setelah menetas atau pada saat tersebut panjang total larva berkisar antara 9,0 sampai 13 mm , dimana ikan dengan umur serta ukuran seperti tersebut di atas secara morfologis masih belum mengalami diferensiasi kelamin, (Anonim, 2001).

Sebagai contoh penerapan program sex reversal dapat dilakukan menggunakan larva ikan nila dimana, benih jantan nila pada umumnya dapat diproduksi secara komersial teknik pengarahan kelamin (sex reversal) menggunakan hormon Methyl Testosteron (Green et al., 1997; Abucay and Mair, 1997; Gale et al., 1999). Teknik secara oral banyak menggunakan hormon 17a  dipraktikan lebih luas dan komersial karena lebih praktis, mudah dilakukan dan secara signifikan dapat menghasilkan benih 100 % jantan (Pompa dan Green, 1991).
Penggunaan larva ini akan menghasilkan benih ikan nila jantan. Dimana dalam proses pembesaran merupakan pilihan pembudidaya dalam rangka peningkatan produksi melalui sistem pembesaran tunggal kelamin jantan, karena secara genetis ikan nila jantan tumbuh lebih cepat dari pada ikan betina (Contreras-Sanchez et al., 2001). Sistem pembesaran tunggal kelamin jantan lebih menguntungkan secara ekonomis, karena selain mempercepat masa pemeliharaan, menghasilkan ukuran juga dapat ikan yang besar dan seragam. Hal ini karena selama masa pemeliharaan dapat mencegah terjadinya pemijahan liar.
Alur pembentukan sel kelamin
Lemak      kolestrol
Pregnenolone
Progesteron
17 α Hidroxy progesteron
17 α H     17 α , 20 β Dihidroxy
Androstenodion
           Aromatase
Testoteron           Estradiol 17 β ()
-          AI = Aromatase inhibiton ()
-          Acrivlafin (berasal dari senyawa pembuat cat)

2.3     Hibridisasi
Hibridisasi merupakan program persilangan yang dapat diaplikasikan pada ikan, udang, kerang-kerangan maupun rumput laut. Hasil dari program ini dapat menghasilkan individu-individu yang unggul, kadang-kadang ada juga yang steril dan dapat menghasilkan strain baru (Rustidja, 2005). Hibridisasi akan mudah dilakukan apabila dapat dilakukan reproduksi buatan seperti halnya ikan mas dan ikan nila, dimana dapat dilakukan striping telur dan sperma. Berdasarkan dari hasil penelitian oleh para ahli genetika hibridisasi dibagi menjadi dua yakni : Interspecifik hibridisasi yaitu perkawinan antara spesies yang berbeda. Intraspecipik hibridisasi yaitu perkawinan dalam satu species.
Hibridisasi merupakan persilangan antara varitas atau spesies yang secara morfologis memiliki perbedaan. Kirpichnikov (1981), menyatakan bahwa perbedaan yang paling menonjol yang digunakan dalam hibridisasi intervaritas adalah perbedaan warna, bentuk, ukuran dan kelengkapan biologis lain yang melekat pada organ tubuh.
2.4 Gynogenesis
Gynogenesis adalah proses terbentuknya zigot tanpa kontribusi genetik atau gen kromosom jantan. Gynogenesis  pada saat ini lebih menguntungkan dibandingkan dengan inbreeding, sebab pemurnian gen untuk mendapatkan galur murni hanya dilakukan dua kali perkawinan, sedangkan inbreeding baru mampu menghasilkan galur murni setelah enam kali perkawinan. Gynogenesis ini merupakan salah satu teknik secara terkontrol untuk mendapatkan induk murni. Pada teknik ini bisa juga didapatkan hasil larva betina semua. Sebagai contoh dimana ikan mas betina mempunyai pertumbuhan yang cepat dibandingkan dengan ikan mas jantan sehingga dapat disimpulkan budidaya dengan bibit dari Gynogenesis akan diperoleh produksi yang lebih cepat.
Dalam kegiatan Gynogenesis ini ada dua cara yang dapat dilakukan yaitu :
2.4.1 Radiasi
Radiasi adalah proses untuk menonaktifkan material sperma yang akan digunakan untuk membuahi telur. Proses menonaktifkan sperma dapat dilakukan dengan menggunakan sinar gamma, sinar x dan sinar ultraviolet. Ketiga jenis sinar tersebut dipergunakan karena lebih murah, mudah didapatkan, efisien dan lebih aman dibanding jenis sinar lainnya. Tetapi yang leh sering digunakan adalah sinar UV dengan tujuan untuk meradiasi sperma dengan tujuan melemahkan material jantan agar tidak mempengaruhi keturunannya.
Beberapa radiasi menggunakan sinar ultra violet (UV) dalam Gynogenesis ikan mas yang telah dilakukan oleh para peneliti budidaya ikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) dapat dilihat pada tabel 1.

No
Jenis ikan
Radiasi UV
Hasil
Sumber
1
Cyprinus carpio
Ø  Dosis 2x15 W
Ø  Lama penyinaran 15 menit
Ø  Jarak 15 menit
Ø  Tebal lapisan
Ø  Sperma 1mm
Ø  Larva haploid
Ø  Mati semua 72 jam setelah penetasan
Gustiono (1985)
2
Cyprinus carpio
Ø  Dosis 9,630 erg/mm
Ø  Lama penyinaran 90 detik
Ø  Tebal lapisan sperma 1 mm
Ø  100 % embrio haploid
Tenighuci et al (1986)
3
Cyprinus carpio
Ø  Dosis 2x15 W
Ø  Lama penyinaran 2 menit
Ø  Tebal lapisan 1 mm
Ø  Benih semua betina
Sumata dinata (1987)
4
Ikan mas 
(Cyprinus carpio)
·      Dosis 200 J/m2/menit
·      Lama penyinaran 1 jam
·      Jarak 2,5 cm mm
100% embrio haploid
Komen et al
(1988)

2.4.2 Diploidisasi
Diploidisasi merupakan kegiatan yang sangat penting dalam proses gynogenesis karena dengan proses ini akan dihasilkan individu normal 2-n (zigot diploid). Proses diploidisasi dilakukan dengan memberikan kejutan (shock) pada saat yang tepat. Dengan diberikan kejutan maka polar body II yang akan keluar akan kembali. Kejutan yang dapat diberikan dalam proses ini ada tiga macam yaitu :
1.   Kejutan dingin (cold shock)
2.   Kejutan panas (heat shock)
3.   Tekanan (pressure)
Berdasarkan studi yang telah dilakukan pada beberapa spesies ikan menunjukkan bahwa kejutan dengan menggunakan tekanan dan suhu dalam waktu singkat setelah telur dibuahi sperma non aktif akan menghasilkan individu diploid yaitu dengan mempertahankan keberadaan satu set kromosom yang dipersiapkan menjadi polar body II pada meiosis (Purdom dan Allendorf et al., 1984).
2.5  Poliploidisasi
Rekayasa genetik merupakan salah satu aplikasi dalam peningkatan produksi perikanan terutama dalam usaha budidaya. Dalam perkembangannya rekayasa genetik dapat dilakukan dengan poliploidisasi. Poliploidisasi adalah usaha, proses atau kejadian yang menyebabkan individu berkromosom lebih dari satu set (Rieger et al., 1976).
Peningkatan produksi budidaya perairan dapat diusahakan melalui beberapa pendekatan, yaitu manipulasi lingkungan, manipulasi genetik dan kombinasi antara keduanya. Rekayasa set kromosom, seperti poliploidisasi merupakan salah satu pendekatan manipulasi genetik yang dapat diterapkan pada ikan. Secara umum, ikan poliploid yang potensial untuk dikembangkan adalah yang memiliki tiga set kromosom atau triploid. Dengan tiga set ini, ikan triploid memungkinkan untuk menjadi steril. Hal ini penting terutama dalam usaha budidaya ikan yang memiliki kematangan gonad yang sangat cepat sehingga pertumbuhan ikan tersebut akan menjadi lambat.
Poliplodisasi merupakan salah satu rekayasa kromosom, dimana pada organisme yang normal mempunyai kromosom yang selalu berpasangan pada sel tubuhnya yang disebut dengan diploid (2N), tetapi dengan perlakuan tertentu akan dihasilkan organisme yang kromosomnya lebih dari dua set yaitu menjadi triploid (3N) atau tetraploid (4N). dibawah ini merupakan suatu contoh skema proses poliploidisasi yang tegaskan oleh Sumantadinata (2006).
Fig-06
Skema proses poliploidisasi pada ikan (Sumantadinata, 2006)
Poliploidisasi merupakan salah satu metode manipulasi kromosom untuk perbaikan dan peningkatan kualitas genetik ikan guna menghasilkan benih-benih ikan yang mempunyai keunggulan, antara lain: pertumbuhan cepat, toleransi terhadap lingkungan dan resisten terhadap penyakit. Induksi poliploid dalam budidaya ikan sangat menarik perhatian masyarakat petani ikan maupun para peneliti di bidang perikanan. Poliploidisasi pada ikan dapat dilakukan melalui perlakuan secara fisik seperti melakukan kejutan (shocking) suhu baik panas maupun dingin, pressure (hydrostatic pressure) dan atau secara kimiawi untuk mencegah peloncatan polar body II atau pembelahan sel pertama pada telur terfertilisasi (Thorgaard, 1983; Yamazaki, 1983; Carman et al., 1992; Shepperd dan Bromage, 1996).
Thorgard (1983) menjelaskan, pendekatan praktis untuk induksi poliploidisasi melalui kejutan panas merupakan perlakuan aplikatif sesaat setelah fertilisasi (untuk induksi triploidi) atau sesaat setelah pembelahan pertama (untuk induksi tetraploidi) pada suhu lethal. Kejutan suhu selain murah dan mudah juga efisien dapat dilakukan dalam jumlah banyak (Rustidja, 1991).
Kejutan panas merupakan teknik perlakuan fisik yang paling umum digunakan untuk menghasilkan poliploidi pada ikan Don dan Avtalion (1986). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perlakuan untuk menghasilkan poliploidisasi pada ikan juga mempengaruhi laju penetasan, abnormalitas, kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan ikan. Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam perlakuan kejutan suhu pada telur, yaitu waktu awal kejutan, suhu kejutan dan lama kejutan (jelas sangat rendah daya hidupnya, tetapi Don dan Avtalion, 1986). Nilai parameter tersebut berbeda untuk setiap spesies (Pandian dan Varadaraj, 1988).
Dibawah ini merupakan tabel hasil dari penelitian oleh para ilmuan tentang poliploidisasi
Jenis ikan
Jenis kejutan
Lama kejutan dan awal kejutan
Hasil
Ikan mas koki
Suhu 42 oC
2 menit, 5 menit fertilisasi
80 % Triploid
Ikan mas
38 – 40 oC
1,5 – 3 menit, 3 menit fertilisasi
72 % Trploid
Ikan lele
Suhu 36 oC
1,5 menit, 1,5 – 4,5 menit fertilisasi
84 – 96 % Triploid
Ikan salmon
Suhu 32 oC
5 menit, 5 menit fertilisasi
100 % Triploid
Tave (1993) melaporkan, triploidisasi akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan dan sterilitas. Ukuran sel ikan triploid lebih besar dibandingkan dengan diploid, nukleus berisi 33 persen lebih allel untuk pertumbuhan dan energi untuk pertumbuhan produksi gamet berkurang atau terhambat. Ikan triploid mempunyai gonadosomatic index yang lebih rendah bila dibandingkan dengan diploid (Mair, 1993). Keuntungan triploid adalah dapat mengontrol overpopulate, membuat populasi monosex, memacu pertumbuhan dan kelulushidupan serta memiliki pertumbuhan lebih cepat dari diploid, karena energi yang dipergunakan untuk perkembangan gonad pada diploid dipergunakan untuk pertumbuhan somatik pada triploid (Thorgaard, 1983). Tetraploid terlihat dapat dibesarkan untuk kematangan kelamin dan dipergunakan dalam memproduksi ikan triploid melalui persilangan dengan diploid normal dan androgenetik pada telur-telur yang diradiasi dengan sinar-γ (Purdom, 1993 dan Santiago et al., 1993). Valenti (1975) dalam Thorgaard (1983) menemukan beberapa kemungkinan tetraploid di antara telur Tilapia aurea yang diperlakukan dengan kejutan dingin.

















BAB III
METODOLOGI


3.1 Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan tempat dilaksanakannya praktikum seleksi ikan adalah sebagai berikut :
1)  Karakter Fenotipe
Hari/tanggal  : Kamis, 02 - April - 2009
Tempat        : Hachery Departemen Perikanan Budidaya

2)  Seks Reversal
Hari/tanggal  : Kamis, 16 - April - 2009
Tempat        : Hachery Departemen Perikanan Budidaya

3)  Hibridisasi
Hari/tanggal  : Sabtu, 18 - April - 2009
Tempat        : Hachery Departemen Perikanan Budidaya

4)  Gynogenesis
Hari/tanggal  : Kamis s/d, 23 - April - 2009
Tempat        : Hachery Departemen Perikanan Budidaya

5)  Poliploidisasi
Hari/tanggal  : Rabu s/d, 29 - April - 2009
Tempat        : Hachery Departemen Perikanan Budidaya




3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum seleksi ikan berlangsung adalah sebagai berikut :
1) Karakter Fenotipe
Ø  Alat
Ø  Bahan
·         Baki plastik
·         Ikan nila (30 ekor)
·         Alat ukur

·         Timbangan

·         Dissecting set

·         Seser

·         Alat tilis


2) Seks Reversal
Ø  Alat
Ø  Bahan
·         Akuarium
·         Larva ikan nila merah (100 ekor)
·         Timbangan digital
·         17 α metyltestoteron
·         Penggaris 
·         Alkohol 70 %
·         Aerator
·         Pakan ikan (Pellet)
·         Ember
·         Waskom  

·         Tabung polyethilen

·         Seser

·         Mikrotube

·         Spuit

·         Alat ukur kualitas air (pH meter dan Termometer )


3) Hibridisasi
Ø  Alat
Ø  Bahan
·         Akuarium (80x30x50 cm)
·         Induk ikan mas koki
·         Heater
·         Enceng gondok
·         Aerator/blower
·         MB (Methyline Blue)
·         Penggaris

·         Timbangan

·         Baskom

·         Seser

·          

·          


4) Gynogenesis
Ø  Alat
Ø  Bahan
·         Kotak radiasi UV
·         ikan mas ( dan )
·         Timbangan
·         Hormon ovaprim
·         Penggaris 
·         Larutan fisiologis
·         Aerator/blower
·         Urea, NaCl, Aquades
·         Lempengan kaca (10x5 cm)
·         Air panas dan dingin
·         Heater

·         Petri disk

·         Bulu ayam

·         Spuit

·         Mangkok

·         Baskom

·         Akuarium 2 unit 80x30x50 cm)

·         Bak larva

·         Seser halus


5) Poliploidisasi
Ø  Alat
Ø  Bahan
·         Akuarium
·         Induk ikan lele
·         Baki
·         Ovaprim
·         Seser
·         Aquabidest
·         Ember
·         Larutan fisiologis
·         Spuit
·         Air panas
·         Dissecting set

·         Nampan

·         Petri disk

·         Mangkok plastik

·         Lempengan kaca

·         Bulu ayam

·         Aerasi

·         Termos air panas









3.3 Prosedur Kerja
1)  Prosedur kerja faktor fenotipe
Prosedur kerja dari kegiatan praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.  Ambilah ikan nila menggunakan seser pada wadah pemeliharaan sebanyak 30 ekor dan simpan pada ember yang telah berisi air.
2.  Lakukan perhitungan tehadap faktor morfometrik yaitu panjang tubuh (panjang total) dan berat badan, serta karakter meristik yang terdiri dari jumlah jari-jari sirip punggung (Dorsal/D), sirip dada (Pectoral/P), sirip perut (Ventral/V), sirip dubur (Anal/A), dan sirip ekor (Caudal/C).
3.  Catat semua data dan lakukan perhitungan asimetri organ berpasangan dengan membandingkan jumlah sirip sebelah kanan dan kiri untuk jari-jari lemah sirip dada dan perut.
4.  Hitunglah jumlah garis-garis vertical (bar) sirip punggung, sisik dada dan sirip perut.
5.  Timbanglah berat badan ikan tersebut dan cacat, kemudian bedahlah ikan tersebut untuk menentukan jumlah kelamin.
6.  Identifikasi jenis ikan nila tersebut dengan hasil perhitungan yang telah dilakukan dan didiskusikan.

2)  Prosedur kerja seks reversal
Prosedur yang digunakan dalam praktkum adalah menggunakan prosedur pembuatan pakan berhormon (Oral).
Ø  Menyapkan wadah pemeliharaan (Akuarium)
1. Ambil akuarium lalu bersihkan menggunakan densinfektan (sabun) lalu bilas menggunakan air bersih
2. Isi akuarium dengan air bersih sesuai kebutuhan
3. Pasang aerasi pada akuarium yang telah disiapkan sebelumnya. Jika suhu akuarium terlalu rendah maka pasang heater utnuk menjaga kesetabilan suhu.


Ø  Prosedur pembuatan pakan berhormon
1. Tangkaplah larva ikan nila merah yang akan diberi perlakuan dari kolam/bak pemijahan.
2. Pilihlah larva yang berumur dibawah 10 hari dengan melihat kriteria yang sesuai dengan ciri-ciri yang sudah ditentukan.
3. Timbanglah biomassa larva yang akan diberi perlakuan penghormonan yaitu dengan cara mengambil dan menimbang beberapa sampel untuk kemudian hasil penimbangan sampel dibagi dengan jumlah rata-rata larva sampel untuk mendapatkan berat rata-rata larva, selanjutnya hitunglah jumlah populasi larva. Lalu kalikan dengan berat rata-rata larva untuk mendapatkan berat total larva.
4. Timbanglah pakan yang dibutuhkan untuk larva sesuai dengan dosis yang sudah ditentukan (feeding rata 30 – 40% per bobot bomassa/hari) dikalikan selama 10 hari pemberian pakan.
5. Siapkan larutan alkohol dengan konsentrasi 70% sesuai dengan kebutuhan.
6. Siapkan hormon yang akan digunakan sesuai dengan kebutuhan. Misalnya jumlah kebutuhan pakan 250 gram, dosis penghormonan 40mg/kg pakan, maka timbanglah hormon sebanyak 10 mg.
7. Larutkan hormon yang telah disiapkan tadi kedalam alkohol tersebut sebanyak 10 ml (1 mg/ml), lalu simpan dalam botol berwarna gelap (tidak bening).
8. Campurkan larutan hormon dengan pakan dengan cara pencampuran menggunakan wadah mangkok dan aduk hingga rata menggunakan sendok. Untuk menghilangkan alkohol angin-anginkanlah pakan tersebut sampai bau alkoholnya sudah tidak menyengat lagi.
9. Simpanlah hormon yang sudah dianginkan pada kantong plastik yang berwarna gelap dengan ditutup rapat baik sebelum maupun sesudah pemakaian, atau dapat juga disimpan dalam reprigator (+ 4oC).



3)  Prosedur kerja hibridisasi
Ø Persiapan wadah
1.  Ambil 1 buah akuarium lalu bersihkan menggunakan sabun dan bilas menggunakan air bersih.
2.  Isi akuarium menggunakan air bersih
3.  Ambil enceng gondok sebagai substrat untuk menempelnya telur ikan mas koki selanjutnya rendam menggunakan larutan MB

Ø  Seleksi induk yang matang gonad
1.  Ambil induk ikan mas koki lalu lakukan seleksi berdasarkan ciri-ciri induk yang matang gonad
2.  Lakukan penimbangan bobot dan pengukuran panjang
3.  Selanjutnya masukkan induk ikan mas koki ke dalam akuarium yang telah disiapkan sebelumya.
4.   Biarkan induk sehari semalam agar melakukan pemijahan secara alami.
4)  Prosedur kerja gynogenesis (Gynogenesis mitosis)
Ø  Persiapan wadah
1.  Ambil 2 buah akuarium lalu bersihkan menggunakan sabun dan bilas menggunakan air bersih
2.  Letakkan akuarium pada lokasi yang ditentukan, isi akuarium menggunakan air bersih dan beri aerasi.
3.  Lakukan pemotongan lempengan kaca dengan ukuran (10 x 5 cm), selanjutnya lempengan terebut lakukan penghalusan menggunakan batu gosok/gerinda.

Ø  Prosedur penyuntikan ikan mas ( dan )
1.  Ambil induk ikan mas ( dan ) yang telah matang gonat dengan cara diseleksi sesuai dengan kriteria induk yang siap pijah.
2.  Masukkan induk ikan mas kedalam kolam yang telah disediakan sebelumnya.
3.  Siapkan hormon ovaprim lalu masukkan kedalam spuit dan encerkan menggunakan larutan fisiologis dengan asumsi dosis yang digunakan untuk penyuntikan induk betina 0,15 cc/ 1 induk ikan mas. Salanjutnya encerkan menggunakan larutan fisiologis 2 kali lipatnya. Jadi dosis yang yang digunakan untuk penyuntikan pertama untuk 2 induk betina 0,9 cc/2 ekor induk. Sedangkan untuk penyuntikan induk jantan menggunakan dosis 0,05 cc/induk, diencerkan menggunakan larutan fisiologis. jadi dosis yang digunakan untuk menyuntikkan induk jantan sebanyak 12 ekor = 0,18 cc/12 induk jantan.
4.  Ambil induk betina ikan mas menggunakan seser lalu lakukan penyuntikan pada punggung kanan lalu masukkan kedalam bak. Induk dibiarkan selama ± 8 jam.
5.  Kemudian lakukan pentuntukan yang ke 2 terhadap induk betina dimana penyuntikan dilakukan pada punggung kiri serta lakukan penyuntikan terhadap induk jantan dengan dosis yang telah ditentukan.
6.  Masukkan kembali induk ikan mas ( dan ) kedalam bak pemijahan.
7. Biarkan induk ± 7 – 8 jam.

Ø  Prosedur penyinaran menggunakan sinar UV
1.  Aktifkan kotak radiasi UV satu jam sebelum proses dimulai.
2.  Ambil induk jantan kemudian lakukan striping bertujuan untuk menggeluarkan sperma.
3.  Sperma ditampung menggunakan cawan petri disk, selanjutnya encerkan menggunakan larutan fisiologis 100 x .
4.  Masukkan sperma kedalam kotak radiasi dengan rentan waktu 2 menit.
5.  Bersamaan dengan pemasukkan sperma kedalam kotak radiasi kita lakukan striping terhadap induk betina.
6.  Setelah 2 menit sperma campurkan dengan telur lalu aduk-aduk secara berlahan menggunakan bulu ayam, setelah merata bilas menggunakan air tawar agar sperma yang tidak masuk kedalam mikrofil telur akan terbuang.
7.  Masukkan lemengan kaca ke dalam nampan yang berisi air dengan suhu dingin ± 25 oC lalu tebar telur tersebut secara kedalam nampan. Penebaran telur diposisikan diatas lempengan kaca, biarkan telur selama 29 menit.
8.  Selanjutya buat air dengan suhu 40 oC.
9.  Setelah 29 menit masukkan lempengan kaca yang berisi telur kedalam nampan dengan suhu air 40 oC dimana perendaman ini dilakukan selama 3 menit.
10.         Setelah 3 menit masukkan kembali lempengan kaca tersebut yang berisi telur kedalam akuarium dengan suhu 25 oC yang telah disediakan sebelumnya.
11.         Telur akan menetas dengan renta waktu ± 48 jam.
12.         Untuk menjaga agar suhu akuarium stabil maka hidupkan heater.

Ø  Prosedur pengamatan telur setiap 1 jam sekali selama 48 jam (telur sampai menetas).
1.  Hidupkan mikroskop dan monitor selanjutnya stel mikroskop dengan pembesaran 4 kali.
2.  Ambil sampel telur untuk dilakukan pengamatan, lalu masukkan kedalam cawan petri disk.
3.  Lakukan pengamatan dibawah mikroskop.
4.  Save hasil pengamatan didalam komputer.

5)  Prosedur kerja poliploidisasi
Ø  Prosedur persiapan alat dan bahan
1.  Cuci akuarium menggunakan sabun lalu bilas dengan air bersih.
2.  Isi akuarium menggunakan air bersih lalu beri aerasi.

Ø  Prosedur penyuntikan induk ikan lele betina
1.  Lakukan seleksi induk ikan lele dengan ciri-ciri induk sudah matang gonad yakni perut jika diraba terasa lembek, kelamin memerah dan pergerakan betina pasif serta jantan agresif.
2.  Ambil induk lele betina di bak penampungan lalu lakukan penimbangan untuk mengetahui berat yakni induk betina dengan berat 600 gr. Selanjutnya masukkan kembali kedalam bak penampungan.
3.  Lakukan pembuatan hormon penyuntikan dengan dosis hormon ovaprim 0,12 cc lalu campurkan dengan aquades 2 kali lipatnya yakni 0,24 cc. jadi hormon yang digunakan seluruhnya 0,36.
4.  Ambil induk lele betina dari bak penampungan lalu lakukan penyuntikan pada induk betina dengan menggunakan dosis yang telah ditentukan. Dalam penyuntikan harus intramasculer yaitu pada punggung.
5.  Lalu masukkan induk lele betina tersebut kedalam bak penampungan, untuk menghindari agar induk tidak lompat maka bak penampungan di tutup menggunakan terpal
6.  Biarkan induk ± 12 jam agar induk benar-benar matang.

Ø  Prosedur striping () dan pengambilan kantong sperma ()
1.  Ambil induk lele jantan selanjutnya lakukan pembedahan induk bertujuan untuk mengambil kantung sperma lalu tempatkan pada petri disk.
2.  Selanjutnya potong kecil-kecil kantong sperma dengan menggunakan gunting.
3.  Encerkan menggunakan larutan fisiologis agar sperma lebih tahan lama.
4.  Bersamaan dengan itu, ambil induk betina dari wadah penampungan selanjutnya lakukan striping, telur hasil stripingan tempatkan di mangkok dengan ketentuan mangkok bebas dari air.
5.  Selanjutnya campurkan sperma dengan telur kedalam mangkok lalu aduk dengan menggunakan bulu ayam secara berlahan-lahan, jika pengenceran masih kental lakukan penambahan larutan fisiologis kembali.

Ø  Prosedur perlakuan perendaman secara fisik menggunakan air panas dengan suhu 36 oC
1.  Sebelumnya siapkan air panas dengan suhu 36 oC dan ditempatkan pada nampan atau akuarum yang bersih.
2.  Telur dan sperma yang sudah dlakukan ovulasi selanjutnya lakukan perendaman secara fisik kedalam air dengan suhu 36 oC. dalam perendaman ini dengan rentan waktu ± 1,5 menit karna tujuannya yaitu untuk menghasilkan ikan yang trploid.













BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1    Hasil
1.      Faktor fenotipe
2.      Seks reversal
Berdasarkan hasil praktikum seks reversal yang telah dilaksanakan didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel data pengukuran berat dan panjang pada ikan nila merah
No
Berat (gram)
Panjang (cm)
1
0,03
1
2
0,03
0,9
3
0,03
1,2
4
0,03
1,2
5
0,03
1
6
0,02
1,1
7
0,02
1,1
8
0,02
1
9
0,02
1
10
0,02
1,1
Jumlah
0,025
1,06

Keterangan :
o   Biomasa rata-rata berat       = 0,025 gram
o   Biomasa rata-rata panjang  =1,06 cm
o   Total berat                           = 0,025 x 100 ekor
                                       = 2,5 gr/ekor
o   Pakan            = 2,5 x 40 % x 10 hari
                      = 10 gr/ 10 hari  = 1 gr/ hari
                      = 1gr / 4 kali  = 0,25 gr

o   Hormon         = 40 mg/kg x 0,01 kg
                      = 0,4 mg
o   Alkohol         = 1 ml
o   Mortalitas     = 41 %
o   SR                 = 59 %
Data sampling pertumbuhan berat dan panjang
Sampling tanggal 19 april 2009
no
Berat (gram)
Panjang (cm)
1
0,05
1,2
2
0,03
1,2
3
0,05
1,1
4
0,04
1,1
5
0,04
1,1
6
0,03
1,2
7
0,02
1
8
0,02
1
9
0,03
1,2
10
0,02
1,1
x
0,033
1,12

Sampling Perlakuan tanggal 20 april 2009
No
Berat
Panjang
1
0,05
1,2
2
0,03
1,6
3
0,05
1,5
4
0,04
1,5
5
0,04
1,2
6
0,02
1,2
7
0,06
1,2
8
0,03
1,1
9
0,03
1,1
10
0,02
1,0
x
0,037
1,26

Sampling kontrol tanggal 20 april 2009
No
Berat (Kg)
Panjang (Cm)
1
0,03
1,1
2
0,02
1,3
3
0,03
1,1
4
0,03
1,3
5
0,04
1,5
6
0,02
1,2
7
0,04
1,2
8
0,03
1,1
9
0,02
1,1
10
0,03
1,2
x
0,029
1,21

Sampling perlakuan tanggal 22 april 2009
No
Berat (Kg)
Panjang (Cm)
1
0,06
1,4
2
0,04
1,3
3
0,06
1,5
4
0,05
1,4
5
0,03
1,4
6
0,05
1,5
x
0,04833
1,41667

Sampling kontrol tanggal 22 april 2009
No
Berat (Kg)
Panjang (Cm)
1
0,04
1,3
2
0,05
1,4
3
0,02
1,1
4
0,01
1,0
5
0,02
1,1
6
0,06
1,4
x



Sampling perlakuan tanggal 25 april 2009
No
Berat (Kg)
Panjang (Cm)
1
0,18
1,8
2
0,13
2,1
3
0,16
2,4
4
0,12
2,1
5
0,11
1,8
6
0,07
1,4
x
0,03333
1,21667



Sampling perlakuan tanggal 25 april 2009
No
Berat (Kg)
Panjang (Cm)
1
0,7
1,6
2
0,12
1,5
3
0,8
1,6
4
0,9
1,9
5
0,11
1,8
6
0,05
1,9
x
0,44667
1,71667

3.      Hibridisasi
Adapun hasil yang didapatkan saat kegiatan praktikum hibridisasi adalah sebagai berikut :
o   Jumlah ikan mas koki yang digunakan 2 ekor
o   Jantan berat 75 gr dengan panjang 17 cm, betina berat  50 gr dengan panjang 16 cm
o   Rasio pemijahan 1 : 1
o   Fekunditas 700 butir
o   Eceng godok yang digunakan 3 tangkai
o   HR = 14 %
o   SR = 101 ekor

Persilangan
B = merah orange
B = orange
D = putih hitam
d = hitam
Jantan / betina
B
b
D
DB
Db
d
dB
db

Keterangan :


DB : Db : dB : db
 1   :  1   :  1  :  1
Karakter genotipe



Karakter fenotipe
o   Putih hitam , merah orange   = 1 : 4 x 100 % = 25 %
o   Putih hitam, orange          = 1 : 4 x 100 % = 25 %    
o   Hitam , merah orange         = 1 : 4 x 100 % = 25 %
o   Hitam , orange               = 1 : 4 x 100 % = 25 %

4.      Gynogenesis (Gynogenesis mitosis)
5.      Poliploidisasi

4.2    Pembahasan
6.      Faktor fenotipe
Dalam kegiatan praktikum pengamatan karakter fenotipe dilakukan pada ikan nila, jumlah ikan nila yang digunakan 30 ekor.


7.      Seks reversal
Dalam penerapan program sex reversal dengan menggunakan hormon dapat diberikan dengan beberapa cara yang didasarkan secara efektivitas, efisiensi, kemungkinan populasi dan biaya. Menurut Anonim (2001), ada dua metode penghormonan terhadap larva ikan yakni : metode perendaman (dipping) dan metode oral (melalui pakan).

Dalam kegiatan praktikum berlangsung kelompok kami yaitu (kelompok 5) menggunakan metode oral (melalui pakan) dan ikan yang dilakukan pengujian menggunakan larva ikan nila merah, larva ini berumur ± dibawah 10 hari. Kita ketahui bahwa berdasarkan hasil penelitian bahwa ikan nila jantan pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan dengan ikan nila betina. Larva awal yang kita gunakan berjumlah 100 ekor, dengan bera rata-rata awal 0,025 gr dan panjang rata-rata awal 1,06  cm. Selama pemeliharaan ikan uji di beri pakan berupa pellet dengan frekuensi pemberian pakannya 4 kali sehari yaitu: pagi jam 08.00 WIB, Siang Jam 11.00 WIB, Siang menjelang sore jam 14.00 WIB dan sore Jam 16.00 WIB dimana setiap sekalinya diberi pakan dengan jumlah 0,25 gr. Selama proses pemeliharaan wadah pemeliharaan diberi aerasi penuh non stop 24 jam. Penyiphonan dilakukan setiap feses terlihat banyak di dasar akuarium serta penggantian air dilakukan setiap air tampak keruh, penggantian air ini ¾ dari air seluruhnya.

Berdasarkan hasil sampling yang dilaksanakan selama pemeliharaan didapatkan hasil akhir yakni dengan SR 59 % dengan mortalitas 41 %. Pada kelompok kita mengalami kegagalan dimana yang seharusnya bisa berhasil tetapi kelompok kita tidak, penyebab kegagalan diantaranya : kurangnya pemberian pakan yang tapat waktu sehingga sering telat dan berakibat setiap hari ikan ada yang mati walaupun sedikit demi sedikit, penyiponan kurang sehingga kotoran menumpuk manjadi amoniak dan bersifat racun.

8.      Hibridisasi
Dalam kegiatan program hibridisasi ini menggunakan ikan mas koki bersirip kumpay dimana ikan yang digunakan berjumlah 2 ekor dengan panjang dan berat : Jantan berat 75 gr dengan panjang 17 cm, betina berat  50 gr dengan panjang 16 cm. awal dari kegiatan ini adalah persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. berhubung ikan mas koki merupakan ikan yang menempelkan telurnya maka untuk menempelkan kami menggunakan 3 helai tanaman enceng gondok sebelum digunakan tanaman tersebut disucihamakan menggunakan MB (Methyline Blue) yang dicampurkan dengan air tawar.

Dari hasil pemijahan ikan mas koki sirip kumpay didapatkan fekunditas ikan tersebut sebanyak 700 butir telur, untuk mengetahui fekunditas ini dilakukan sampling telur yang menempel ditanaman enceng gondok.    







9.      Gynogenesis (Gynogenesis mitosis)
Gynogenesis merupakan salah satu kegiatan manipulasi kromosom dimana pada metode ini kita mencari strein monosex (betina). Gynogenesis adalah proses terbentuknya zigot betina dari gamet tanpa kontribusi dari gamet jantan. Dalam ginogenesis gamet jantan hanya berfungsi untuk  merangsang perkembangan telur dan sifat-sifat genetisnya tidak diturnkan. Sebelum melakukan gynogenesis buatan dengan kejutan suhu (baik suhu dingin maupun suhu panas), terlebih dahulu dilakukan penyuntikan terhadap induk ikan mas, induk betina yang digunakan dengan berat ± 800 – 1000 gr, dan induk jantan dengan berat rata-rata 150 – 200 gr sebanyak 2 ekor. Penggunaan harmon ovaprim disini adalah 0,5 cc/kg dan diencerkan 2 kali lipatnya. Penyuntukan ini dirangsang menggunakan hormon ovaprim dimana menurut King dan young (2001) dalam Maftucha (2005), ovaprim merupakan produk yang mengandung 20µg D-Arg6, Pro9-Net sGnRH dan 10 mg domperidone per ml propylene glycol. Ovaprim telah teruji dan terbukti efektif pada ikan, dimana secara signifikan mendorong pematangan tanpa mempengaruhi kemampuan hidup dan fekunditas ikan. Proses selanjutnya adalah menghancurkan materi genetik sperma dengan menggunakan sinar ultraviolet (UV), dengan tujuan menonaktifan material genetik sperma melalui radiasi dengan bahan mutagen sehingga sperma hanya mampu merangsang perkembangan telur tanpa menurunkan sifat genetik. Radiasi ini dilakukan hanya 2 menit. Setelah itu sperma difertilisasikan dengan telur iakan yang telah disediakan.

Kejadian fertilisasi ini hanya sebentar bahkan hitungan detik, telur fertil tersebut selanjutnya dilakukan perendaman menggunakan air suhu normal selama 29 menit. Dalam perendaman ini telur ditebar kedalam nampan yang telah berisi lempengan kaca, penebaran diharapkan secara hati-hati. Selanjutnya perendaman kedalam air dengan suhu 40 oC selama 3 menit, perendaman ini dilakukan pada saat telur dalam pembelahan mitotik. Selanjutnya langsung ditebar kedalam akuarium penetasan. Dalam peneberan ini kelompok 5 tidak melakukan pencucian telur dengan air bersih melainkan telur yang bercampur dengan sperma yang tidak masuk langsung saja dimasukkan kedalam akuarium. Tetapi berdasarkan hasil penetasan bahwa kelompok kita mendapatkan SR…..%, menurut saya hal tersebut tidak begitu berpengaruh dan yang berpengaruh sangat penting dimana pada waktu penebaran telur kedalam akuarium dilakukan secara merata dan tidak ada penumpukan telur, sedangkan jika saya lihat pada kelompok lain penebarannya ada yang terjadi penumpukan tetapi hasilnya gagal.
Seteh penebaran dilakukan pengamatan sampai menetas dimana kegiatan ini dilakukan selama ± 48 jam.
Dari hasil hatcing rate yang telah menetas didapatkan HR… %  dan SR….%.

10.  Poliploidisasi
Poliploidisasi merupakan salah satu rekayasa kromosom dimana pada umumnya makhluk hidup mempunyai dua pasang kromosom normal atau disebut diploid (2 N), dengan dilakukan suatu perlakuan tertentu maka dapat kromosom tersebut bisa menjadi triploid (3N) dan tetraploid (4N). Oleh sebab itu kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan suatu stren yang lebih unggul dan mempunyai pertumbuhan lebih cepat. Kegiatan rekayasa kromosom ini diterapkan pada ikan lele.

Dalam penerapan ini ikan lele yang digunakan dengan berat dan panjang : betina dengan panjang ± 25-30 cm berat 600 gr, jantan dengan berat 600 gr dan panjang ± 25-30 cm. Dalam kegiatan poliploidisasi diawali dengan penyuntikan induk betina dengan dosis ovaprim 0,2 cc/kg dan pengenceran menggunakan aquadest 2 kali lipat dari dosis ovaprim. Pada saat setelah penyuntikan, pagi harinya terjadi kehilangan induk lele betina dimana didapatkannya di lubang air, kejadian ini membuat ikan tersebut stress sehingga pada saat di masukkan kembali didalam bak pemeliharaan ikan sudah tampak melemah.  Selanjutnya kegiatan pengambilan kantong sperma dimana pada saat pengambilan dilakukan dengan menggunakan gunting bedah, sperma yang sudah diambil lalu dipotong-potong menggunakan gunting dan encerkan menggunakan larutan fisiologis. Larutan fisologis ini berfungsi untuk mengencerkan sperma dan sperma akan lebih tahan lama.

Kegiatan selajutnya pengambilan telur, pengambilan ini dilakukan dengan cara striping (pengurutan), hasil stripingan tersebut ditempatkan pada mangkok plastik dengan ketentuan mangkok tersebut tidak terdapat air, karna jika terdapat air akan menyebabkan telur tersebut akan menjadi cepat mati. Fertilisasi dilakukan setelah telur dan sperma disiapkan, fertilisasi tersebut dilakukan dengan cara pencampuran antara keduannya selanjutnya tetesi sedikit larutan fisologis agar tidak kental dan sperma mudah masuk ke lubang mikrofil serta aduk secara berlahan-lahan menggunakan bulu ayam.

Penebaran telur fertil dilakukan bertujuan untuk menetaskan telur tersebut, karna kegiatan ini bertujuan untuk mengubah kromosom menjadi 3N atau 4 N maka sebelum penebaran telur diberi perlakuan dengan cara direndam menggunakan air bersuhu panas, suhu yang digunakan 36 oC. perendaman dilakukan hanya 2 menit selanjutnya telur langsung ditebar di akuarium. Dalam pengelolaan kualitas air penetasan kelompok kita mengalami tdak menggunakan heater sehingga suhu yang terdapat pada akuarum penetasan 25 - 27 oC. Penetasan telur lele terjadi ± 24 jam.

Berdasarkan hasil hatcing rate telur ikan lele bahwa telur ikan lele kelompok 5 tidak berhasil dan berakhir kematian.