Analisa DNA (Deoxyribose Nucleic Acid)

Selasa, 15 April 2008 di 11:54:00 AM

BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar belakang
Peningkatan produksi budidaya perairan dapat diusahakan melalui beberapa pendekatan, yaitu manipulasi lingkungan, manipulasi genetik dan kombinasi antara keduanya. Rekayasa set kromosom, seperti poliploidisasi merupakan salah satu pendekatan manipulasi genetik yang dapat diterapkan pada ikan.
Tentu saja poliploidisasi dapat disederhanakan berdasarkan suku katanya; poli (banyak), ploidi (set kromosom) dan sasi (proses). Dengan demikian, poliploidisasi merupakan proses penggandaan set kromosom; menjadi tiga set (3N), empat set (4N) atau lainnya dari kondisi normalnya yang memiliki dua set (2N).
Secara umum, ikan poliploid yang potensial untuk dikembangkan adalah yang memiliki tiga set kromosom atau triploid. Dengan tiga set ini, ikan triploid memungkinkan untuk menjadi steril. Hal ini penting terutama dalam usaha budidaya ikan yang memiliki kematangan gonad yang sangat cepat sehingga pertumbuhan ikan tersebut akan menjadi lambat.

Pembuatan selase ikan (Praktikum)

Rabu, 09 April 2008 di 1:46:00 PM

I. PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Pakan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangan budidaya ikan secara intensif, baik ikan air tawar, ikan air payau, maupun ikan air laut. Sedangkan pakan itu dibutuhkan untuk oleh ikan sejak larva ikan mulai kehabisan cadangan makanannya yang berupa kuning telur (yolk sack) sampai berukuran dewasa, sampai induk dan selama ikan tersebut masih hidup.
Fungsi utama pakan adalah untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Alokasi yang utama dari pakan yang dimakan oleh ikan adalah untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan apabila terdapat kelebihan (surplus), kelebihan tersebut akan digunakan oleh ikan untuk pertumbuhannya.

Pembuatan selase ikan (Praktikum)

di 1:46:00 PM

I. PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Pakan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangan budidaya ikan secara intensif, baik ikan air tawar, ikan air payau, maupun ikan air laut. Sedangkan pakan itu dibutuhkan untuk oleh ikan sejak larva ikan mulai kehabisan cadangan makanannya yang berupa kuning telur (yolk sack) sampai berukuran dewasa, sampai induk dan selama ikan tersebut masih hidup.
Fungsi utama pakan adalah untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Alokasi yang utama dari pakan yang dimakan oleh ikan adalah untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan apabila terdapat kelebihan (surplus), kelebihan tersebut akan digunakan oleh ikan untuk pertumbuhannya.
Ketersediaan pakan kualitas dan kuantitas yang memenuhi syarat merupakan faktor yang sangat penting dalam usaha budidaya ikan. Penyediaan pakan yang tidak sesuai dengan jumlah ikan yang dipelihara menyebabkan laju pertumbuhan ikan menjadi terhambat. Akibatnya produksi ikan yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Pada dasarnya, sumber pakan bagi ikan peliharaan berasal dari pakan alami dan pakan buatan. Dari segi kandungan gizinya, pakan alami lebih unggul daripada pakan buatan karena memiliki kandungan gizi yang sangat lengkap terlebih lagi dengan keberadaaan enzim di dalam pakan alami yang dapat membantu proses pencernaan ikan. Akan tetapi dari segi kuantitasnya dan kontinuitasnya, pakan buatan justru lebih unggul karena dapat diproduksi dalam skala besar dan terus menerus. Keunggulan pakan buatan ini menjadikan alasan dpilihnya pakan buatan untuk memenuhi kebutuhan ikan-ikan yang dibudidayakan secara intensif dan semi intensif.  
Pakan buatan diramu dengan cara mencampur beberapa jenis bahan-bahan tertentu. Hal yang perlu diperhatikan dalam meramu pakan buatan adalah kandungan gizi dari bahan-bahan baku penyusunnya. Kandungan gizi bahan-bahan baku pakan buatan sangat menentukan kandungan gizi pada pakan buatan tersebut. Oleh karena itu pemilihan dan seleksi jenis bahan bahan baku sebelum digunakan menjadi kegiatan yang penting dilakukan akarena akan menentukan kualitas pakan yang dihasilkan.
Silase ikan merupakan salah satu jenis bahan baku yang digunakan untuk membuat pakan ikan. Silase ini dapat berasal dari ikan utuh yang kemudian dicincang dan difermentasikan dengan penambahan asam atau berasal dari limbah pengolahan ikan yang difermentasikan. Silase ini dapat berfungsi sebagai bahan pengganti tepung ikan dalam proses pembuatan pakan ikan.

1.2 Tujuan
Tujuan pelaksanaan praktikum pembuatan silase ikan adalah sebagai berikut :
Ä  Melaksanakan program Diploma 4 Vedca Cianjur joint program Politeknik Negeri Jember yaitu 40% teori dan 60% praktik.
Ä  Meningkatkan kompetensi mahasiswa dalam hal penyediaan bahan baku pembuatan pakan ikan khususnya silase.
 
II. TINJAUAN PUSTAKA


Silase Ikan
Pada dasarnya, prinsip pembuatan silase ikan adalah menurunkan pH ikan agar pertumbuhan maupun perkembangan bakteri pembusuk terhenti. Dengan terhentinya aktivitas bakteri, aktivitas enzim (baik yang berasal dari tubuh ikan itu sendiri maupun dari asam yang sengaja ditambahkan) meningkat. Cara pembuatan silase ini mula-mula dikembangkan oleh Prof. A.I. Virtenen dari Finlandia yang mengawetkan bahan makanan hijauan kemudian mengembangkan proses tersebut dengan menggunakan bahan-bahan yang kaya akan protein termasuk ikan.
Silase ikan ini dapat dimanfaatkan sebagai salah satu unsure yang dicampurkan ke dalam makanan ikan atau makanan ternak lainnya. Penggunaan silase ikan dalam makanan umumnya dimaksudkan untuk menggantikan seluruh atau sebagian tepung ikan di dalam makanan. Penggunaan silase ikan sebagai pengganti tepung ikan dianggap sangat menguntungkan, sebab selain harganya relative murah kualitasnya pun tidak jauh berbeda. Berdasarkan hasil penelitian Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 4 kg silase ikan dapat menggantikan 4 kg tepung ikan. Bahkan setelah mengalami perlakuan lebih lanjut, penggunaan silase ikan dapat menghasilkan pertumbuhan ikan yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan tepung ikan.
Komposisi kimia silase ikan relative sama dibandingkan dengan komposisi bahan bakunya, hanya sedikit lebih encer karena penambahan asam. Seilase yang terbuat dari ikan utuh akan mengandung :
Air : 70,0 – 75,0%
Protein : 18,0-20,0%
Abu : 4,0-6,0%
Lemak : 1,0-2,0%
Kalsium : 1,0-3,0%
fosfor : 0,3-0,9%
Proses pemebentukan silase
Seperti yang telah dijelaskan di muka, untuk membuat silase perlu diusahakan agar pH lingkungan rendah. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan menambahkan asam-asam tertentu pada ikan yang akan difermentasi. Umumnya jenis asam yang digunakan adalah asam mineral, asam organic atau campuran dari kedua jenis asam tersebut, tergantung pada produk fermentasi yang hendak dihasilkan. Faktor lain yang dapat mempengaruhi penggunaan asam tersebut adalah harga dan kemudahannya diperoleh di pasaran serta kondisi lingkungan setempat.
Asam organic (umumnya asam formiat dan asam propionat) relatif mahal bila dibandingkan dengan asam mineral, tetapi mengasilkan silase yang tidak terlalu asam sehingga dapat langsung digunakan sebagai ransum ikan maupun ternak lain tanpa harus dinetralkan terlebih dahulu. Sedangkan asam mineral, meskipun relatif murah, sering kali menghasilkan silase yang sangat asam sehingga perlu dinetralkan ahulu sebelum digunakan untuk pakan ikan dan ternak. Untuk mengurangi tingkat keasaman, silase yang dibuat dengan asam mineral perlu dicampur dengan sejumlah batu kapur sehingga pH-nya menjadi netral. Selain menghasilkan silase yang sangat asam, asam mineral juga mempunyai sifat korosif terhadap logam, sehingga peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan silase harus lebih tahan terhadap pengaruh asam yang kuat, misalnya dari bahan plastik.
Untuk mendapatkan produk silase yang baik dengan penggunaan asam organik, ke dalam bahan bakunya harus ditambahkan campuran asam propionate dan asam formiat sebanyak 3% dari volume bahan baku yang digunakan. Sedangkan perbandingan antara asam propionate dan asam formiat di dalam pencampuran adalah 1 : 1. Sebenarnya, bahan baku pembuatan silase yang hanya diberi asam formiat sebesar 3% telah dapat menghasilkan silase. Tetapi pada permukaan silase tersebut sering ditumbuhi jamur dan berubah menjadi asam karena pH lingkungannya menjadi menurun, sehingga akhirnya silase mengalami proses pembusukan dan tidak dapat dimanfaatkan lagi. Untuk menghindari peertumbuhan jamur dan penurunan pH, sebaiknya dilakuka penambahan asam propionate. Daya awet silase yang pembuatannya hanya mengandalakan penambahan asam formiat saja cukup singkat dan akan mengalami pembusukan setelah satu atau dua minggu. Sedangkan silase yang dibuat dengan penambahan campuran asam propionate dan asam formiat masih tetap baik setelah disimpan selama 3 bulan, meskipun tidak dikeringkan. Keuntungan penambahan campuran asam propionate dan asam formiat pada pembuatan silase akan semakin nyata bila pembuatan silase dilakukan pada musim penghujan. Karena silase akan tetap baik mutunya meskipun proses pengeringannya sering terhambat akibat turunnya hujan.
Silase yang baik akan berubah bentuk menjadi cairan setelah dibiarkan 5-8 hari. Proses pencairan daging ikan ini disebabkan oleh adanya aktifitas enzim proteolitik, misalnya catepsin, yang terdapat di dalam tubuh ikan. Dengan penambahan asam, enzim ini akan segera memecah menjadi gugus peptida yagn berantai pendek atau asam amino yagn mudah larut dalam air.
Bila silase mengandung sejumlah bakteri pembusuk, adanya aktifitas dari bakteri pembusuk ini selama masa penyimpanan dapat diketahui berdasarkan terentuknya senyawa amonia. Pada silase yang bermutu baik, selama penyimpanan 21 hari, persentase senyawa amonia yang terbentuk sangat rendah, yaitu hanya berkisar 2% dari jumlah total protein yang dikandungnya. Rendahnya persentase senyawa amonia yang terbentuk dapat dapat memberikan petunjuk bahwa tidak ada atau hanya sedikit sekali bakteri pembusuk yang dapat bertahan hidup di dalam produk silase berkualitas baik. Berdasarkan hasil pemeriksaan secara mikrobiologis, ternyata silase yang dibuat dengan penambahan campuran asam formiat dan propionate tidak menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri pembusuk atau dianggap steril.   
Setelah silase mencair, kandungan minyak yang muncul harus dikurangi dengan cara memisahkannya. Berdasarkan pengalaman, ternyata minyak sangat sulit untuk dipisahkan dari silase karena berbentuk emulsi. Pemberian silase dengan kadar minyak yang tinggi dapat menimbulkan bau atau rasa amis pada ikan atau ternak. Ada dua cara yang biasa digunakan untuk memisahkan minyak dari produk silase yaitu :
1)          pertama-tama silase ikan dipanaskan hingga suhunya mencapai 65-70oC. Pada tingkat suhu demikian, bagian silase yang kasar akan mengendap sedangkan bagian yang cair akan mengapung ke permukaan. Bagian yang cair ini kemudian dipisahkan kandungan minyaknya secara sentrifugal. Setelah minyak berhasil dipisahkan, sisa cairan dicampurkan kembali dengan bagian yang kasar yang tadi. Pemisahan minyak dengan cara ini dianggap cukup efektif, tetapi agak sukar diterapkan di indonesia.
2)          Cara lain untuk memisahkan lemak yang terkandung di dalam silase adalah dengan menambahkan asam organik dan/atau asam mineral pada ikan rucah atau sisa olahan sebelum dilakukan penyincangan. Jumlah asam yang  harus ditambahkan adalah 3% dari volume ikan yang akan diolah. Aduklah beberap saat hingga asam dan daging ikan tersebut dapat tercampur secara merata. Setelah dibiarkan selama 1-2  hari, ikan tersebut kemudian diangkat dan diperas secara mkanis (dipres) untuk mengeluarkan cairan yang terdapat di dalam tubuhnya. Cairan tubuh ini terdiri dari campuran air dan lemak. Biasanya lemak dapat dengan mudah dipisahkan dari cairan tubuh yang lainnya. Setelah lemak dipisahkan, cairan sisanya segera dicampurkan kembali ke dalam ampas-ampas daging ikan (sisa erasan tadi) untuk kemudian diolah menjadi silase.
Cara pembuatan silase
Pembuatan silase ikan baik dalam sekala kecil maupun skala besar, dapat dilakukan dengan mudah dan murah. Adapun proses pembuatannya sangat sederhana, yaitu dengan mencairkan daging ikan dengan bantuan kerja enzim, baik yang terdapat di dalam tubuh ikan itu sendiri maupun yang dihasilkan oleh mikro organisme tertentu, dan asam yang sengaja ditambahkan. Penambahn asam ini dimaksudkan untuk membantu meciptakan kondisi lingkungan yang memenuhi syaratdan terkontrol sehingga mampu menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk maupun mikro organisme lain serta dapat mempercepat proses pencairan daging ikan.
Berdasarkan bahan baku yang digunakan, pembuatan silase ikan dapt dilakukan dengan dua cara yaitu :
1.  bahan baku berupa ikan mentah
-          langkah pertama yang harus dilakukan dalam pembuatan silase ikan adalah mencuci daging ikan yang digunakan sebagai bahan baku. Pencucian ini dimaksudkan untuk membersihkan daging ikan dari kotoran maupun benda keras yang mungkin terdapat pada daging ikan, terutama bila bahan baku ikan diperoleh dari limbah pabrik pengalengan ikan. Pencucian sebaiknya dilakukan dengan air bersih mengalir. Setelah dicuci bersih, daging ikan dicincang sampai halus (kurang lebih 1-2 cm atau lebih halus lagi) setelah dicincang sesuai dengan ukuran yang diharapkan daging ikan, digiling dengan alat penggilingan daging hingga benar-benar lumat.
-          Ikan yang telah digiling halus dimaksudkan kedalam sebuah wadah yang bersih untuk dibuhbuhi asam. Untuk menghindar kerusakan karena korosi oleh asam, sebaiknya digubakan wadah yang terbuat dari bahan plastik atau tanah.
-          Tambahkan asam formiat berkadar 85 % kedalam wadah tersebut sebanyak 2-3 % dari berat total ikan yang akan diproses (jadi sekitar 3 liter untuk setiap 100 kg ikan). Tujuan utama pemberian asam formiat adalah untuk menurunkan pH lingkungan di dalam wadah hingga mencapai 4,5 atau lebih rendah lagi.
-          Selanjutnya ke dalam wadah tersebut ditambahkan pula asam propionat sebanyak 1 % (1 liter untuk 100 kg pakan). Tujuannya adalah untuk meningkatkan daya awet dari silase yang akan dihasilkan.
-          Bahan baku daging ikan yang telah dibubuhi asam formiat dan propionat harus selalu diaduk agar keduanya benar-benar tercampur secara merata. Proses pengadukan tersebut sebaiknya dilakukan 3 – 4 kali sehari, selama 4 hari pertama. Sedangkan hari-hari selanjutnya cukup dilakukan pengadukan secara berkala.
-          Bila semua langkah pengerjaannya dilakukan dengan benar, pada hari kelima telah tampak cairan yang berasal dari tubuh ikan. Dengan demikian silase sudah dapat diberikan sebagai makanan ikan atau ternak.
-          Bersamaan dengan timbulnya cairan yang berasal dari tubuh ikan, biasanya akan timbul pula cairan lemak. Sebaiknya cairan lemak yang ada segera dibuang karena jika dikonsumsi oleh ikan atau ternak dapat menimbulkan pengaruh kurang baik.
-          Untuk mendapatkan silase dalam bentuk kering, sebaiknya dilakukan penambahan karbohidrat (dedak, tepung kanji, tepung terigu dan lain-lain). Setelah dilakukan penambahan karbohidrat, silase dijemur hingga benar-benar kering.
-          Produk silase yang telah dikeringkan disimpan dalam wadah yang bersih dan kering untuk kemudian digunakan sedikit demi sedikit sebagai makanan ikan atau ternak.


    2).                                                  Bahan baku berupa ikan yang telah dimasak.
-  Proses pembuatan silase dengan bahan baku ini sama seperti pada pembuatan silase dengan bahan baku ikan mentah. Pertama-tama ikan yang akan diolah dicuci dahulu dengan air bersih, kemudian dipotong kecil-kecil dan dicincang sampai halus. Hasil cincangan selanjutnya digiling hingga lumat.
-   Gilingan daging ikan dimasukkan ke dalam sebuah wadah yang bersih, kemudian direbus. Tambahkan sedikit air kedalam wadah tersebut agar ikan tidak menjadi hangus, terutama ikan di dasar wadah. Jumlah air yang ditambahkan tidak perlu terlalu banyak, cukup setinggi 0,5 – 1 cm dari dasar wadah.
- Setelah direbus, tambahkan asam formiat dan asam propionat, berturut-turut sebanyak 2 – 3 % dan 1 % dari berat total ikan yang akan diolah. Langkah pengerjaan selanjutnya sama seperti pada pembuatan silase dengan bahan baku ikan mentah. 
Cara penggunaan Silase
seperti telah dijelaskan sebelumnya, produk silase yang telah diolah dengan penambahan asam organik dapat diberikan langsung sebagai makanan ikan atau ternak lain. Sedangkan silase yang diolah dengan penambahan asam mineral harus dinetralkan terlebih dahulu, karena pH nya sangat rendah. Sebaiknya proses penetralan silase hanya dilakukan beberapa saat sebelum digunakan. Jangan sekali-kali mentralkan silase yang akan disimpan, sebab dapat memberikkan peluang kepada bakteri pembusuk atau mikro organisme lain untuk tumbuh.
Silase dapat diberikan sebagai makanan dalam bentuk basah maupun kering. Namun agak sulit mengeringkan silase, karena sifatnya yang higroskopis ( cenderungg menghisap air ). Pengeringan silase biasanya dilakukan dengan cara menambahkan karbohidrat dahulu kedalam silase baru kemudian dijemur sampai kering.
Sampai sat ini, masih banyak pertentangan diantara para pakar perikanan mengenai kandungan gizi dalam silase kering dibandingkan dengan tepung ikan. Sebagian pakar menganggap nilai gizi keduanya sama, sedangkan pakar lain menganggap nilai gizi silase lebih rendah. Berdasarkan hasil penelitian, ternyata pertumbuhan ikan yang diberi makan silase, terutama silase yang menggunakan bahan baku ikan yang telah dimasak, relatif lebih baik dibandingkan dengan ikan yang diberi tepung ikan.
Keuntungan dan kelemahan Silase
    Pemanfaatan ikan rucah atau sisa hasil pengolahan untuk makanan ikan atau ternak lain dengan cara mengolahnya lebih lanjut menjadi silase merupakan suatu langkah yang menguntungkan, karena selain teknik pengerjaannya mudah dan murah, juga tidak tergantung pada kuantitas atau kualitas bahan baku yang digunakan.
    Ditinjaun dari ketersediaan bahan baku, pembuatan silase sangat cocok diterapkan di Indonesia untuk memanfaatkan ikan-ikan yang tidak digunakan. Pembuatan silase dapat dilakukan diaerah-daerah yang produksi ikan rucah atau sisa olahannya tidak banyak dan tidak teratur. Demikian pula, di daerah-daerah yang belum cukup mampu untuk mendirikan pabrik tepung ikan sebaiknya pengolahan limbah hasil perikanan dilakukan dengan cara fermentasi.
Keuntungan lain ialah bahwa pengolahan ikan menjadi silase tidak menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan, karena tidak ada bagian ikan yang terbuang. Kelemahan silase adalah masalah penyimpanan. Silase yang terbentuk cairan membutuhkan ruang penyimpanan yang besar. Untuk mengatasi masalah tersebut, biasanya silase dicampur dengan karbohidrat dan dijemur hingga kering baru kemudian disimpan di tempat kering dan sejuk.

               


 
III. METODOLOGI


3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Pelaksanaan praktikum pembuatan silase ikan dilakukan di teras laboratorium Departemen Budidaya Peraiaran Vedca-Cianjur. Praktikum dilaksanakan dari tanggal 2 April  2008 sampai dengan  April 2008.

3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
*      Pisau/golok
*      Papan kayu sebagai telanan
*      Tampah plastik
*      Timbangan  
*      Pengaduk kayu
*      Ember kecil
*      Pipet ukur
*      Tabung ukur
3.2.2 Bahan
*      Ikan Nila konsumsi
*      Asam formic
*      Kubis
*      Air bersih
*      Garam

3.3     Prosedur/Langkah Kerja
3.3.1 Prosedur Pembuatan Silase Ikan Secara Kimiawi
*      Ikan dicincang halus
*      Masukkan kedalam ember plastic, kemudian tambahkan  asam formic dengan dosis 30 ml/kg daging cincang
*      Aduk rata campuran cincangan daging ikan dan asam formic tersebut menggunakan pengaduk kayu
*      Tutup ember berisi cincangan daging ikan yang telah dicampur asam formic tersebut menggunakan lembaran kantong plastic hitam yang diikat menggunakan karet ban.
*      Biarkan 17-24 jam, aduk rata 3-4 kali sehari selama 4 hari ke depan.
*      Pada hari ke-5 biasanya ikan sudah mencair atau telah menjadi silase
*      Silase disimpan ditempat tertutup
3.3.2 Prosedur Pembuatan Silase Secara Biologi
*       Pembuatan larutan sumber bakteri asam laktat
·  Kubis dicuci dan digiling halus
·  Buat larutan garam 25 % dengan cara mencampur 100 gram kedalam setiap      4 liter air bersih  (25 gram/liter air)
·  Campurkan kubis dan larutan garam di dalam wadah dengan perbandingan antara jumlah kubis dan larutan garam adalah 1 : 4, artinya setiap kilogram kubis dicampur dengan 4 liter  larutan garam 25%.
·  Tutup rapat wadah tersebut menggunakan lembaran kantong platik hitam dan karet ban.
·  Biarkan selama 4-5 hari, kemudian saring
·  Larutan yang dihasilkan adalah sumber bakteri asam laktat.   
*      Ikan dicincang halus dan dimasukkan ke dalam ember
*      Tambahkan tepung tapioka dengan jumlah 20% dari berat ikan
*      Masukkan larutan sumber  asam laktat (kadar 12,5%), kemudian aduk rata agar bahan dan larutan tersebut benar-benar tercampur merata.
*      Fermentasikan dengan lama waktu sekitar 1 minggu.

3.4 Analisa Data
*      Jumlah Penambahan Asam Formic
∑ asam formic = dosis x W cincangan daging ikan
Keterangan :
∑ asam formic    : jumlah  asam formic yang ditambahkan
W cincangan daging ikan : Berat  cincangan daging ikan yang akan dibuat silase

∑ asam formic   = dosis x W cincangan daging ikan
           = 30 ml/kg x 0,5 kg
           = 15 ml

*      Pembuatan Larutan Garam 25%
Konsentrasi larutan = ∑ garam
                    V air
Keterangan :
∑ garam   ; jumlah garam
V air  : Volume air

Konsentrasi larutan = ∑ garam
                    V air
                         2,5%   =  ∑ garam
                     4 liter  
 
*      Pencampuran Larutan Garam dan Cincangan Kubis
Kubis = 1/4 x V larutan garam
Keterangan :
∑ kubis     : Jumlah kubis yang dicampurkan
V larutan garam      : Volume larutan garam

∑ Kubis = ¼ x V larutan garam
∑ Kubis = ¼ x 4 liter
      = 1 liter kubis/1 kg kubis
NB : 1 liter kubis = 1 kg kubis